Surat Untuk Masa Depan

Aku menemukan sebuah buku catatan lama di laci meja belajar saya. Ternyata, itu adalah surat dari diriku sendiri, ditulis tiga tahun lalu.

 

‘Untuk aku di masa depan, apakah kamu sudah lebih berani? Apakah kamu masih suka menunda-nunda sesuatu?’

 

Aku tersenyum getir. Pertanyaan itu terasa seperti sindiran. Kenyataannya, aku masih sering ragu, masih sering  menunda kegiatan hanya karena takut gagal. Rasanya aku masih orang yang sama, meski waktu sudah berjalan.

 

Namun, mataku berhenti pada kalimat terakhir: “Jangan pernah takut bermimpi, karena masa depan adalah hadiah dari kerja keras hari ini.” Hatiku bergetar. Seolah ada seseorang yang menepuk pundakku, seseorang yang tak lain adalah diriku sendiri di masa lalu.

 

Aku menutup catatan itu, termenung cukup lama. Tiga tahun lewat tanpa terasa, tapi apa yang sudah kulakukan? Apakah aku hanya berjalan di tempat? Pertanyaan itu berputar-putar di kepalaku.

 

Malam itu, aku menyalakan lampu meja dan mengambil pulpen. Aku ingin menulis balasan, bukan untuk masa lalu, melainkan untuk masa depan.

 

“Untuk aku lima tahun mendatang. Semoga saat kau membaca ini, kau sudah belajar menghadapi rasa takutmu. Jangan lagi kau biarkan mimpi hanya tinggal di kepala. Gagal itu biasa, tapi berhenti mencoba itu menyakitkan. Ingatlah, versi dirimu saat ini sedang berjuang keras agar kelak kau bisa tersenyum bangga.”

 

Aku meletakkan surat itu di laci yang sama, berharap suatu hari aku benar-benar akan menemukannya kembali. Entah bagaimana, malam itu aku merasa sedikit lebih ringan. Seperti baru saja memberi janji pada seseorang yang paling sulit kutepati, yaitu diriku sendiri